Mendengar
kata tersebut pikiran kita langsung melayang jauh, menerawang berbagai hal
tentang peristiwa yang mengguncang dan berlangsung secara cepat menuntut
perubahan sosial yang lebih baik. Konsep revolusi menunjuk pada pengertian
mengenai perubahan sosial politik yang radikal, berlangsung cepat, dan
besar-besaran (Supardan, 2007: 342). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
revolusi diartikan sebagai 1) perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau
keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan
senjata), 2) perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Lebih dalam
Soekanto memaparkan (1982: 347) bahwa revolusi adalah perubahan yang cepat, dan
perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.
Di
dunia telah terjadi begitu banyak peristiwa revolusi, peristiwa ini meliputi
berbagai segi kehidupan, baik itu sosial, politik, ekonomi, budaya, agama
maupun ilmu pengetahuan. Dalam catatan sejarah di masa-masa modern telah
terjadi berbagai peristiwa revolusi seperti di Prancis 1789, Meksiko 1910, Cina
1911, Rusia 1917, Indonesia 1945, Filipina 1989, Argentina 1989, Cile 1989
(Supardan, 2007: 343). Dan pada tahun ini saja ada banyak peristiwa revolusi
baik itu di Mesir, Lybia, Suriah dan Tunisia yang masih belum selesai dan entah
kapan selesainya. Terjadinya revolusi lebih dikarenakan kondisi yang dialami
rakyat tidak semestinya, artinya ada berbagai hal pemicu seperti: rasa
ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah yang berkuasa,
kondisi sosial masyarakat yang penuh dengan teror maupun adanya disparitas yang
kentara yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Lebih
jauh Skockpol (1979) dalam Dadang Supardan (2007: 343), ada tiga ciri
kelembagaan yang menyebabkan kerentanan revolusi, yaitu:
1. Lembaga
militer negara sangat inferior terhadap militer dari negara-negara pesaingnya;
2. Elite
yang otonom mampu menentang atau menghadang implementasi kebijaksanaan yang
dijalankan pemerintah pusat;
3. Kaum
petani memiliki organisasi pedesaan yang otonom. Seperti peristiwa
Pemberontakan Petani Banten 1888.
Secara
sosiologis ada beberapa syarat agar terjadi suatu revolusi (Soekanto, 1982:
347-348), yaitu:
a. Harus
ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b. Adanya
seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat
tersebut.
c. Pemimpin
yang dapat menampung aspirasi masyarakat untuk kemudian merumuska serta
menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
d. Pemimpin
tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.
e. Harus
ada momentum yang tepat agar geraka revolusi berhasil.
Pada
hakikatnya peristiwa revolusi dapat dicegah apabila keadaan suatu masyarakat
benar-benar kondusif artinya tidak ada rasa kekecewaan serta pemimpin yang benar-benar
peduli akan rakyatnya.Oleh Khusna
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia.
Buku
bacaan:
Kamus
Besar Bahasa Indonesia. [Online] di http://ebsoft.web.id
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar