Kamis, Desember 08, 2011

REVOLUSI


Mendengar kata tersebut pikiran kita langsung melayang jauh, menerawang berbagai hal tentang peristiwa yang mengguncang dan berlangsung secara cepat menuntut perubahan sosial yang lebih baik. Konsep revolusi menunjuk pada pengertian mengenai perubahan sosial politik yang radikal, berlangsung cepat, dan besar-besaran (Supardan, 2007: 342). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi diartikan sebagai 1) perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan senjata), 2) perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Lebih dalam Soekanto memaparkan (1982: 347) bahwa revolusi adalah perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.
Di dunia telah terjadi begitu banyak peristiwa revolusi, peristiwa ini meliputi berbagai segi kehidupan, baik itu sosial, politik, ekonomi, budaya, agama maupun ilmu pengetahuan. Dalam catatan sejarah di masa-masa modern telah terjadi berbagai peristiwa revolusi seperti di Prancis 1789, Meksiko 1910, Cina 1911, Rusia 1917, Indonesia 1945, Filipina 1989, Argentina 1989, Cile 1989 (Supardan, 2007: 343). Dan pada tahun ini saja ada banyak peristiwa revolusi baik itu di Mesir, Lybia, Suriah dan Tunisia yang masih belum selesai dan entah kapan selesainya. Terjadinya revolusi lebih dikarenakan kondisi yang dialami rakyat tidak semestinya, artinya ada berbagai hal pemicu seperti: rasa ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah yang berkuasa, kondisi sosial masyarakat yang penuh dengan teror maupun adanya disparitas yang kentara yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Lebih jauh Skockpol (1979) dalam Dadang Supardan (2007: 343), ada tiga ciri kelembagaan yang menyebabkan kerentanan revolusi, yaitu:
1.      Lembaga militer negara sangat inferior terhadap militer dari negara-negara pesaingnya;
2.      Elite yang otonom mampu menentang atau menghadang implementasi kebijaksanaan yang dijalankan pemerintah pusat;
3.      Kaum petani memiliki organisasi pedesaan yang otonom. Seperti peristiwa Pemberontakan Petani Banten 1888.
Secara sosiologis ada beberapa syarat agar terjadi suatu revolusi (Soekanto, 1982: 347-348), yaitu:
a.       Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b.      Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
c.       Pemimpin yang dapat menampung aspirasi masyarakat untuk kemudian merumuska serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
d.      Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.
e.       Harus ada momentum yang tepat agar geraka revolusi berhasil.
Pada hakikatnya peristiwa revolusi dapat dicegah apabila keadaan suatu masyarakat benar-benar kondusif artinya tidak ada rasa kekecewaan serta pemimpin yang benar-benar peduli akan rakyatnya.Oleh Khusna Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia.

Buku bacaan:
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online] di http://ebsoft.web.id
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara