Kamis, Desember 08, 2011

REVOLUSI


Mendengar kata tersebut pikiran kita langsung melayang jauh, menerawang berbagai hal tentang peristiwa yang mengguncang dan berlangsung secara cepat menuntut perubahan sosial yang lebih baik. Konsep revolusi menunjuk pada pengertian mengenai perubahan sosial politik yang radikal, berlangsung cepat, dan besar-besaran (Supardan, 2007: 342). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, revolusi diartikan sebagai 1) perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan senjata), 2) perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Lebih dalam Soekanto memaparkan (1982: 347) bahwa revolusi adalah perubahan yang cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.
Di dunia telah terjadi begitu banyak peristiwa revolusi, peristiwa ini meliputi berbagai segi kehidupan, baik itu sosial, politik, ekonomi, budaya, agama maupun ilmu pengetahuan. Dalam catatan sejarah di masa-masa modern telah terjadi berbagai peristiwa revolusi seperti di Prancis 1789, Meksiko 1910, Cina 1911, Rusia 1917, Indonesia 1945, Filipina 1989, Argentina 1989, Cile 1989 (Supardan, 2007: 343). Dan pada tahun ini saja ada banyak peristiwa revolusi baik itu di Mesir, Lybia, Suriah dan Tunisia yang masih belum selesai dan entah kapan selesainya. Terjadinya revolusi lebih dikarenakan kondisi yang dialami rakyat tidak semestinya, artinya ada berbagai hal pemicu seperti: rasa ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah yang berkuasa, kondisi sosial masyarakat yang penuh dengan teror maupun adanya disparitas yang kentara yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Lebih jauh Skockpol (1979) dalam Dadang Supardan (2007: 343), ada tiga ciri kelembagaan yang menyebabkan kerentanan revolusi, yaitu:
1.      Lembaga militer negara sangat inferior terhadap militer dari negara-negara pesaingnya;
2.      Elite yang otonom mampu menentang atau menghadang implementasi kebijaksanaan yang dijalankan pemerintah pusat;
3.      Kaum petani memiliki organisasi pedesaan yang otonom. Seperti peristiwa Pemberontakan Petani Banten 1888.
Secara sosiologis ada beberapa syarat agar terjadi suatu revolusi (Soekanto, 1982: 347-348), yaitu:
a.       Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b.      Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
c.       Pemimpin yang dapat menampung aspirasi masyarakat untuk kemudian merumuska serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.
d.      Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.
e.       Harus ada momentum yang tepat agar geraka revolusi berhasil.
Pada hakikatnya peristiwa revolusi dapat dicegah apabila keadaan suatu masyarakat benar-benar kondusif artinya tidak ada rasa kekecewaan serta pemimpin yang benar-benar peduli akan rakyatnya.Oleh Khusna Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Indonesia.

Buku bacaan:
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online] di http://ebsoft.web.id
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara

Jumat, November 11, 2011

Mass Media and Social Revolution

The mass media today is not so limited, there is no national boundaries as well as social and cultural boundaries, all joined with the social communication. fundamental difference is certainly different from previous eras, when the media was not big like it is today.
 
Social communication or social interaction is constructed by social media would require a certain supervision so that there is no utilization of social interaction that can lead to a complicated problem of the absence of strict control. The problems or social problems that arise can take the form of a social movement that supporters much or it could be in a social revolution, this is due to the intense communication via a mass media.
 
That concern may be said to be an excessive concern that there may be no basis that can be accounted for. However, if we look at the various events in recent years many media that exposes an event that occurs in a country, which at first is never revealed. Egypt, Tunisia, Libya, Syria became a country that has always been associated with a social revolution. domino effect could arise because of the mass media that revealed a problem in a country or region.

People who initially have access to or get information on a limited basis now with easy to obtain a news or opinion that was built by the mass media. people are now easy to communicate and make the perception, equating to a goal, telling of things that may have a distaste or disagreement with a policy or an action taken by people who are weak and those who have a strength.
 
In the interaction of people will easily organize an activity or movement to change the situation for those who do not or are not fit to be held a change. A wave of large mass will cause social unrest that is difficult to be controlled so as to trigger a social revolution. [Khusna, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah - Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung]

Kamis, November 10, 2011

Soekarno Father of Independence

Ir. Sukarno was born in Surabaya, East Java, June 6, 1901 - died in Jakarta, June 21, 1970 at the age of 69 years is Indonesia's first president who served in the period 1945-1966. He played an important role to liberate the nation of Indonesia from Dutch rule. Sukarno's Pancasila is the diggers because he who first sparked the basic concepts of Indonesia's state and he himself is named Pancasila. He was proclaimed the Independence of Indonesia together with Mohammad Hatta on August 17, 1945.

Selasa, November 01, 2011

Hegemoni Golongan Karya: Menggenggam Negara


Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto memang menjadi salah satu pemimpin yang mempunyai segudang prestasi maupun kontroversi, banyak para pengamat politik maupun sejarawan yang melihat bahwa semasa Indonesia di bawah Soeharto sebenarnya ada salah satu elemen yang mentasbihkan kekuasaanya selain miliiter, yaitu Golongan Karya.
            Golongan Karya bagi sebagian tokoh-tokoh Golkar bukan merupakan sebuah partai politik. Namun, benarkah Golkar bukan merupakan sebuah partai politik? Kalau memang benar Golkar bukan sebuah partai politik, mengapa Golkar bertarung dalam sebuah pemilu untuk merebut sebuah kekuasaan untuk duduk di pemerintahan dan menanamkan hegemoninya? Menurut Lijphart (2000: 731)  “partai politik diartikan sebagai suatu organisasi yang berusaha memenangkan jabatan publik dalam suatu persaingan di daerah pemilihan dengan satu atau lebih organisasi serupa” (Supardan, 2007: 506). Lebih jauh Eep Saefulloh Fatah (2000: 192) mengungkapkan bahwa Golkar memiliki alasan yang kuat untuk menjadi sebuah partai politik, kriteria tersebut antara lain:
1)      Merupakan kumpulan individu
2)      Merupakan perkumpulan yang terorganisasi dengan definisi mengenai posisi, fungsi dan hierarki anggota yang jelas dan baku
3)      Ada ikatan identitas yang sama diantara anggotanya baik berupa ideologi maupun kepentingan
4)      Memiliki tujuan memperoleh kekuasaan politik dalam pemerintahan
5)      Ikut serta dalam pemilu untuk mencapai tujuannya.
            Sudah jelas bahwasannya Golongan Karya merupakan sebuah partai politik walaupun hal tersebut selalu diklaim oleh tokoh Golkar bahwa mereka tidak setuju bahwa Golkar partai politik. Walaupun begitu, Golkar sudah mulai menanamkan hegemoni kepartaian pada setiap partisipannya. Hegemoni Golkar sudah mulai ketika pemilihan umum 1971, dimana pada saat itu Soeharto dengan pemerintahan Orde Barunya yang dikenal dengan Orde Pembangunan ingin menata dengan tujuan pembangunan dalam kerangka stabilisasi politik dan stabilisasi ekonomi, artinya ketika Soeharto ingin menstabilkan kehidupan berpolitik hal pertama yang Soeharto dan Golkar lakukan ialah mengecilkan kekuatan partai politik lainnya, pada oktober 1966 Orde Baru merehabilitasi Partai Murba, dan didirikannya Partai Muslim Indonesia (Parmusi) pada 20 Februari 1968, selanjutnya ialah melemahkan partai dengan program fusi dimana PNI, Partai Katolik, Parkindo, IPKI dan Murba difusikan menjadi satu partai, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 9 maret 1970. Sementara Parmusi, NU, PSII dan Perti difusikan ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 13 Maret 1970. Dengan program fusi untuk menjalankan rencana strategis yaitu mengamankan kekuasaan, maka secara tidak langsung Golkar telah menjalankan sebuah model manajemen politik - khusunya manjemen konflik politik, yaitu yang awalnya dilakukan pengkondisian kerja sama antarpartai, kemudian konfederasi, dan baru setelah itu fusi.
            Puncak dari legitimasi yang dibangun golongan karya ialah ketika pemilu 1971, dimana Golkar meraih kesuksesan yang luar biasa, kemenangan ini dipengaruhi juga dengan dikeluarkannya UU No. 6 Tahun 1970 pada Februari 1970 Undang-Undang ini memiliki implikasi sangat besar karena para pegawai negeri harus menunjukkan loyalitasnya dengan menyalurkan aspirasi mereka melalui Golkar. Untuk menguatkan pengaruh Golkar, pemerintah dengan Soeharto sebagai motor penggerak Golkar mengeluarkan UU No. 3 Tahun 1975 tentang pembatasan gerakan partai politik non-Golkar hanya sampai tingkat kecamatan.
            Pertarungan Golkar untuk memperoleh hegemoni terbukti pada pemilu 1971 dimana Golkar  memperoleh 62,8 suara, memenangkan 236 (65,6%) dari 360 kursi yang diperebutkan. PNI (6,9%), NU (18,7%) dengan komposisi tersebut maka secara otomatis negara dalam hegemoni Golongan Karya (Ricklefs, 2008: 585-586). Ada beberapa kondisi yang diciptakan untuk menanamkan hegemoni Golongan Karya yang dikomandoi Soeharto sebagai presiden, yaitu:
1)      Peran sosial politik militer dilegalisasi dengan kekuasaan yang besar untuk menjamin terciptanya stabilitas,
2)      Dilakukannya depolitisasi massa dengan alasan agar seluruh rakyat berkonsentrasi dan mengarahkan perhatiannya pada pembangunan ekonomi,
3)      Diperkenalkan kebijakan pembatasan peran partai-partai non-Golkar disertai rekayasa struktural dan kooptasi negara terhadap partai,
4)      Pemilihan umum dilakukan dengan manajemen yang mendukung bagi terjaminnya kelestarian hegemoni Golkar dan kelangsungan kekuasaan Golkar dalam pemerintahan,
5)      Partai-partai politik non-Golkar menghadapi persoalan-persoalan intern mereka berupa konflik antarunsur atau kepentingan. (Saefulloh Fatah, 2000: 196)
            Sebuah sejarah panjang kekuatan Golkar membuat kita tidak dapat dengan mudah mengaleniasikan kekuatan massa untuk memenangkan pemilihan umum, untuk tahun-tahun berikutnya selama Orde Baru Golkar selalu mendapatkan kemenangan, kemenangan untuk menggenggam negara.

Sumber bacaan:
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Saefulloh Fatah, Eep, 2000. Pengkhianatan Demokrasi ala Orde Baru, Masalah dan Masa Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Supardan, Dadang, 2007. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara

Peristiwa Malari 1974 Fragmen Sejarah yang Abu-abu


Pengangkatan Presiden Soeharto menjadi presiden Indonesia yang ketiga menggantikan Presiden Sukarno merupakan sebuah peristiwa yang akan terus diingat oleh generasi Indonesia yang masih peduli dengan sejarah perjalanan bangsanya. Naiknya Soeharto menjadi presiden Indonesia bukanlah tanpa friksi yang terjadi dalam masyarakat, masih segar diingatan kita berbagai peristiwa yang mengiringi naiknya Soeharto menjadi presiden Indonesia. Ada beberapa peristiwa sejarah yang kontroversi dalam catatan saya dalam menghantarkan Soeharto menjadi presiden Indonesia seperti Peristiwa G30S dan Super Semar Letter  yang keberadaanya masih dipertanyakan.
            Ketika sudah menjadi presiden pun Soeharto tidak lepas dari berbagai peristiwa yang kontroversi, salah satunya ialah Peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari 1974 atau yang lebih akrab kita dengar sebagai Peristiwa Malari 1974. Inilah salah satu peristiwa yang membuat kita merasa miris. Betapa tidak, tercatat 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan, 807 mobil dan 187 motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak dan 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. (Adam, Asvi Warman. 2009: 126).
            Peristiwa ini dapat dikatakan sebuah titik kulminasi sebuah pengekangan yang diterapkan Presiden Soeharto terhadap rakyatnya, ketika Soeharto naik menjadi presiden pada tahun 1966 maka agenda utamanya ialah memulihkan perekonomian Indonesia yang sangat merosot pada era akhir pemerintahan Sukarno. Ketika gagasan ini diterapkan secara tidak langsung untuk mensukseskan program tersebut ialah dengan memberikan rasa aman bagi para penanam modal asing di Indonesia, maka Presiden Soeharto memberikan jaminan stabilitas keamanan baik itu secara regional maupun nasional. Imbasnya berbagai hal diantisipasi untuk meredam kritik tajam yang biasa dilontarkan oleh kalangan mahasiswa maupun pers, hal ini menyebabkan keterbukaan atau kebebasan dalam menyuarakan menjadi harapan yang sangat riskan untuk dilakukan karena tindakan represif yang biasa dilakukan oleh pemerintah Soeharto pada saat itu.
            Penanaman modal asing begitu tidak terkendali hal tersebut untuk memulihkan keadaan ekonomi Indonesia. Akan tetapi, ada hal yang tidak diperhatikan pemerintah ialah realita yang terjadi di masyarakat dan ini menjadi kerisauan bagi para mahasiswa salah satunya. Mahasiswa mengkritisi kebijakan Soeharto dalam bidang ekonomi yang tidak membawa perubahan bagi rakyat kecil, produk-produk dari luar negeri khususnya dari Jepang membanjiri pasar nasional sedangkan produk dalam negeri masih belum mempunyai tempat. Kritik mahasiswa disampaikan ketika Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Jakarta pada tanggal 14-17 Januari 1947 dengan sebuah demonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusumah. Akan tetapi, mahasiswa gagal menerobos pagar karena dijaga ketat oleh petugas keamanan dan kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing di Indonesia. Klimaksnya, pada tanggal 15 Januari 1947 terjadi demonstrasi dan kerusuhan.
            Ada beberapa pandangan atau interpretasi dari terjadinya peristiwa tersebut, peristiwa Malari 1974 bagi beberapa kalangan sebagai sebuah peristiwa penolakan mahasiswa terhadap penanaman modal asing, bagai kaum intelektual sebagai sebuah ketidaksenangan terhadap Asisten Pribadi Presiden (ASPRI) seperti Ali Moertopo, Soejono Humardani, dan lain-lain yang memiliki kekuatan terlalu besar. Dan ada juga kalangan yang memberikan pandangan bahwa Peristiwa Malari 1974 ini sebagai sebuah bentuk persaingan antara Jenderal Soemitro dengan Ali Moertopo.
            Setelah kejadian tersebut Soeharto langsung memberhentikan Jenderal Soemitro sebagai Pangkomkamtib, membubarkan ASPRI serta menangkap beberapa tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut seperti Sjahrir dan Hariman Siregar namun setelah diadili dua tokoh ini tidak terbukti bersalah. Bagi Presiden Soeharto peristiwa 15 Januari 1974 merupakan tamparan yang keras apalagi dihadapan seorang tamu negara, semenjak itu Presiden Soeharto sangat selektif memilij pembantunya dan memperketat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan dikeluarkannya peraturan tentang NKK/BKK. Artinya, mahasiswa harus kembali ke kampus, benar-benar menjadi mahasiswa yang berbasis akademis tidak terjun ke politik praktis.
            Sampai saat ini belum pernah terungkap siapakah orang atau instansi yang bertanggung jawab atas pecahnya peristiwa 15 Januari 1974, menurut Asvi Warman Adam sebagian peristiwa pada masa Orde Baru termasuk Peristiwa Malari 1974, memang masih gelap. Dan kita sebagai generasi yang peduli akan sejarah bangsa kita bersyukur bahwa banyak informasi yang berkembang untuk membongkar manipulasi sejarah istilah yang dipakai sejarawan Asvi. Untuk menemukan titik terang peristiwa sejarah, walaupun peristiwa tersebut masih dalam ranah gelap maupun abu-abu.

Sumber bacaan:
Adam, Asvi Warman. 2009. Membongkar Manipulasi Sejarah Kontroversi Pelaku dan Peristiwa. Jakarta Kompas
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi

Rabu, Oktober 12, 2011

Haruskah Kita Belajar Dari Wakil Rakyat

Akhir-akhir ini dewan perwakilan kita dihebohkan dengan komentar-komentarnya yang sangat menyakitkan hati rakyat. saya sebagai rakyat yang menitipkan aspirasi saya, serasa ditelenjangi 'di dsepan mata'. Betapa tidak, lihat wakil rakyat kita yang tersangkut kasus korupsi, lihat wakil rakyat kita yang nonton video porno, lihat wakil rakyat kita yang berantem rebutan 'proyek', lihat wakil rakyat kita yang 'ngambek' membahas RAPBN, lihat wakil rakyat kita yang kaya banci semua....

Sabtu, Juni 04, 2011

SEJARAH ISLAM DI INDONESIA

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Jumat, April 08, 2011

Kota Mangga

Berbicara tentang Indramayu ada satu hal yang tidak boleh kita lupakan, yaitu mangga khas Indramayu. Mangga Indramayu memang menjadi primadona setiap orang yang berkunjung ke Indramayu. bahkan untuk mengabadikan hal tersebut pemerintah daerah setempat membuat monumen mangga sebagai bentuk kecintaan dan kebanggaan akan sumber daya alam yang melimpah.


Kota Mangga (Indramayu) sejajar dengan kota-kota lainnya di Indonesia, Indaramayu yang berbatasan dengan Kab. dan Kota Cirebon, Kab. Subang, Kab. Majalengka, menjadikan Indramayu sebagai jalur yang sangat penting. Dan hal ini berimbas kepada pemasaran buah mangga tersebut.

Namun, sangat disayangkan buah yang manis tersebut tidak seperti apelnya Amerik ataupun jeruknya Cina yang dapat tahan lama. Hal ini lebih dikarenakan belum diterapkannya teknologi untuk penyimpanan buah mangga agar sepanjang tahun stok buah mangga di Indramayu tetap ada tanpa menunggu pada saat panen saja.

Hal ini memang berpengaruh terhadap posisi kekhasan buah mangga itu sendiri, disisi lain teknologi pertanian akan membantu terangkatnya tingkat ekonomi masyarakat Indramayu.

Indramayu Mulih Harja

Indramayu seringkali disandingkan dengan wacana dan anggapn yang negatif. Akan tetapi, kalau saja kita telusuri lebih jauh mengenai apapun tentang Indramayu mungkin kita akan berpikir lain.

Indramayu merupakan wilayah yang terletak di Pantai Utara Pulau Jawa, dengan kondisi geografis yang seperti itu maka tidak mengherankan bahwa Indramayu mempunyai hawa yang cukup panas dan hal ini terjadi diberbagai daerah yang terdapat di sepanjang Pantai Utara. Seperti Cirebon, Jakarta, Banten.

Di Indramayu mayoritas penduduknya beragama Islam dan ada juga berkembang agama lainnya.

Mayoritas mata pencaharian penduduk Indramayu adalah petani tradisional, ada juga yang berprofesi sebagai nelayan, pedagang, peternak, dan lain sebagainya.

Indramayu terkenal dengan 'mangga'nya, ya...mangga di Indramayu mempunyai ciri khas tersendiri, ada berbagai jenis mangga yang terdapat di Indramayu seperti: harum manis, cengkir, manalagi, gedong gincu, dan lain-lain.

Ada salah satu situs sejarah di kawasan Indramayu bagian timur, yaitu situs 'Makam Habib Keling'. Akan tetapi belum ada sumber yang pasti siapakah gerangan Habib Keling? salah satu sumber mengatakan bahwa Habib Keling mempunyai peran dalam penyebaran Agama Islam di wilayah tersebut. Dan pada hari-hari tertentu 'Makam Habib Keling' banyak dikunjungi warga setempat untuk berziarah.

Jumat, Maret 11, 2011

Karl Marx

Lahir(5 Mei 1818–14 Maret 1883) seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia



Marx menulis banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.

Marx lahir dari keluarga Yahudi. Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, walaupun begitu ayahnya cenderung menjadi deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel — seperti juga leluhurnya— adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Marx.


Pada usianya yang ke-17, ia bergabung dengan klub minuman keras Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk. Marx tertarik untuk belajar kesusastraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana. Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya seperti ‘The Deity’ namun ia juga menerapkan filosofi atheis dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu. Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin. Marx mempunyai keponakan yang bernama Azariel, Hans, dan Gerald yang sangat membantunya dalam semua teori yang telah ia ciptakan.

Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke kelompok mahasiswa dan dosen muda "Pemuda Hegelian". Sebagian dari mereka, yang disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.

Pada tahun 1981 Marx memperoleh gelar doktor filsafatnya dari Universitas Berlin, sekolah yang dulu sangat dipengaruhi Hegel dan para Hegelian Muda, yang suportif namun kritis terhadap guru mereka. Desertasi doktoral Marx hanyalah satu risalah filosofis yang hambar, namun hal ini mengantisipasi banyak gagasannya kemudian. Setelah lulus ia menjadi penulis di koran radikal-liberal. Dalam kurun waktu sepuluh bulan bekerja disana menjadi editor kepala. Namun, karena posisi politisnya, koran ini ditutup sepuluh bulan kemudian oleh pemerintah. Esai-esai awal yang di publikasikan pada waktu itu mulai merefleksikan sejumlah pandangan-pandangan yang akan mengarahkan Marx sepanjang hidupnya. Dengan bebas, esai-esai tersebut menyebarkan prinsip-prinsip demokrasi, humanisme, dan idealisme muda. Ia menolak sifat abstrak filsafat Hegelian, impian naif komunis utopis, dan para aktivis yang menyerukan hal-hal yang dipandangnya sebagai aksi politik prematur.

Ketika menolak aktivis-aktivis tersebut, Marx meletakkan landasan karyanya. Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakannya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.”[1] Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat(kaum paling bawah di negara Romawi).
Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang berasal dari kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.

Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional. “Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. – Ideologi Jerman-

Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.

Marx Menikah pada tahun 1843 dan segera terpaksa meninggalkan Jerman untuk mencari atmosfir yang lebih liberal di Paris. Disana ia terus menganut gagasan Hegel dan para pendukungnya, namun ia juga mendalami dua gagasan baru –sosialisme Prancis dan ekonomi politik Inggris. Inilah cara uniknya mengawinkan Hegelianisme, sosialisme, dengan ekonomi politik yang membangun orientasi intelektualitasnya.

Di Perancis ia bertemu dengan Friedrich Engels sahabat sepanjang hayatnya, penopang finansialnya dan kolaboratornya. Engels adalah anak seorang pemilik pabrik tekstil, dan menjadi seorang sosialis yang bersifat kritis terhadap kondisi yang dihadapi oleh para kelas pekerja. Kendati Marx dan Engels memiliki kesamaan orientasi teoritis, ada banyak perbedaan diantara kedua orang ini. Marx cenderung lebih teoritis, intelektual berantakan, dan sangat berorientasi pada keluarga. Engels adalah pemikir praktis, seorang pengusaha yang rapi dan cermat, serta orang yang sangat tidak percaya pada institusi keluarga. Banyak kesaksian Marx atas nestapa kelas pekerja berasal dari paparan Engels dan gagasan-gagasannya. Pada tahun 1844 Engels dan Marx berbincang lama disalah satu kafe terkenal di Prancis dan ini mendasari pertalian seumur hidup keduanya. Dalam percakapan itu Engels mengatakan, "Persetujuan penuh kita atas arena teoritis telah menjadi gamblang...dan kerja sama kita berawal dari sini." Tahun berikutnya, Engels mepublikasikan satu karya penting, The Condition of the Working Class in England. Selama masa itu Marx menulis sejumlah karya rumit (banyak diantaranya tidak dipublikasikan sepanjang hayatnya), termasuk The Holy Family dan The German Ideology (keduanya ditulis bersama dengan Engels), namun ia pun menulis The Economic and Philosophic Manuscripts of 1844, yang memayungi perhatiannya yang semakin meningkat terhadap ranah ekonomi.

Di tengah-tengah perbedaan tersebut, Marx dan Engels membangun persekutuan kuat tempat mereka berkolabirasi menulis sejumlah buku dan artikel serta bekerja sama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels menopang Marx sepanjang hidupnya sehingga Marx menagbdikan diri untuk petualang politik dan intelektualnya. Kendati mereka berasosiasi begitu kuat dengan nama Marx dan Engels, Engels menjelaskan bahwa dirinya partner junior Marx.

Sebenarnya banyak orang percaya bahwa Engels sering gagal memahami karya Marx. Setelah kematian Marx, Engels menjadi juru bicara terkemuka bagi teori Marxian dan dengan mendistorsi dan terlalu meyederhanakan teorinya, meskipun ia tetap setia pada perspektif politik yang telah ia bangun bersama Marx. Karena beberapa tulisannya meresahkan pemerintah Prussia, Pemerintahan Prancis pada akhirnya mengusir Marx pada tahun 1945, dan ia berpindah ke Brussel. Radikalismenya tumbuh, dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Ia juga bergabung dengan liga komunis dan diminta menulis satu dokumen yang memaparkan tujuan dan kepercayaannya. Hasilnya adalah Communist Manifesto yang terbit pada tahun 1848, satu karya yang ditandai dengan kumandang slogan politik.

Pada tahun 1849 Marx pindah ke London, dan karena kegagalan revolusi politiknya pada tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner lalu beralih ke penelitian yang lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis. Pada tahun 1852, ia mulai studi terkenalnya tentang kondisi kerja dalam kapitalisme di British Museum. Studi-studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku Capital, yang jilid pertamanya terbit pada tahun 1867; dua jilid lainnya terbit setelah ia meninggal. Ia hidup miskin selama tahun-tahun itu, dan hampir tidak mampu bertahan hidup dengan sedikitnya pendapatan dari tulisan-tulisannya dan dari bantuan Engels.
Pada tahun 1864 Marx terlibat dalam aktivitas politik dengan bergabung dengan gerakan pekerja Internasional. Ia segera mengemuka dalam gerakan ini dan menghabiskan selama beberapa tahun di dalamnya. Namun disintegrasi yang terjadi di dalam gerakan ini pada tahun 1876, gagalnya sejumlah gerakan revolusioner, dan penyakit yang dideritanya menandai akhir karier Marx. Istrinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883.

Dalam hidupnya, Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti. Ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal. Pengaruh ini berkembang karena didorong oleh kemenangan dari Marxist Bolsheviks dalam Revolusi Oktober Rusia. Ide Marxian baru mulai mendunia pada abad ke-20.